MENERAWANG ISU KAJIAN SOSIOLOGI AGAMA DI INDONESIA
Sosiologi sejak
awal memiliki perhatian khusus pada masalah agama, yang kemudian di belakang
hari dikenal dengan kajian sosiologi agama. Karya Ibn Khaldum (Muqaddimah)
sebenarnya dapat dikategorisasikan sebagai sosiologi agama di era klasik. Emile
Durkheim dan Marx Weber termasuk sosiolog klasik di Barat yang secara khusus
menyajikan kajian sosiologi agama, di samping Karl Marx dalam tema yang
terbatas. Para sosiolog ternama lainnya di era mutakhir yang secara khusus
menyajikan sosiologi agama ialah Bryan Wilson, Peter Berger, Roland Robertson,
Bryan S. Turner, Robert N. Bellah, dan lain-lain.
Di Indonesia
belum banyak sosiolog yang menyajikan sosiologi agama secara spesifik, pada
umumnya karya-karya tentang agama khususnya tentang Islam, lebih kuat
tekanannya pada studi Islam (Islamic studies, dirasat Islamiyah), kecuali
karya-karya disertasi/buku dengan mengambil fokus kajian aspek agama. Karena
itu, sejauh pengamatan penulis, kajian tentang sosiologi agama atau bahkan
sosiologi agama itu sendiri, di negeri ini tampaknya masih merupakan wilayah
kajian yang masih terbatas. Padahal, masalah agama dengan dinamika kehidupan
pcmeluknya merupakan persoalan yang penting dan krusial dalam kehidupan
masyarakat Indonesia, yang mernerlukan perspektif sosiologi agama yang lebih
spesifik atau terfokus, di luar kajian studi Islam.
Rintisan
Prof.H.A.Mukti Ali mengcnai agama dan masyarakat sebenarnya dapat dijadikan
studi awal dan titik-tolak untuk sosiologi agama di Indonesia, kendati masih
bersifat gabungan antara studi Islam dan sosiologi agama (Islam). Karya-karya
Atho Mudzhar (Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek), Amin Abdullah
(Islamic Studies), UIN Yogyakarta dan Jakarta, LIPI, UGM, dan Balitbang Depag R.l.
dapat dijadikan masukan untuk pengembangan sosiologi agama. Penulis belum tahu
persis bagaimana perkcmbangan kajian sosiologi agama di lingkungan UIN/IAIN
yang dalam dasawarsa terakhir banyak memasuki wilayah sosiologi dan ilmu-ilmu
sosial pada umumnya, perlu dilakukan penelitian khusus mengenai masalah
tersebut.
Studi Islam
sendiri sangatlah penting, namun memerlukan perspektif yang lebih empirik
dengan pengembangan metodologi yang bersifat multi-perspcktif dan
multi-analisis, mengingat fenomena agama dan kehidupan beragama sangatlah
kompleks. “Islamic studies” atau “Dirasat Islamiyah” terutama dalam perspektif
yang selama ini dikembangkan di dunia akadamik perguruan tinggi Islam
memang Iebih memusatkan perhatian kajiannya pada aspek-aspek khusus keagamaan
dan ajaran Islam atau dunia pemikiran Islam. Dalam acuan di Departemen Agama,
kajian tersebut meliputi aspek-aspek studi al Qur’an dan Hadis (Ulumul Qur’an
dan Ukumul Hadis), pemikiran dalam Islam (Kalam, Falsafah, Tasawuf, Aliran
Modern), Fikih/Hukum Islam dan Pranata Sosial (Fikih Islam, UsuI Fikih, Pranata
Sosial, Ilmu Falak), Sejarah dan Peradaban Islam (Sejarah lsIam dan Peradaban
Islam), Bahasa (Bahasa arab dan Sastra Arab). Pendidikan Islam (Pendidikan dan
Pengajaran Islam, Ilmu Nafsil Islamy), Dakwah lslamiyah (Dakwah Perbandingan
Agama), dan Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam (Hukum, Politik,
Sosial, Ekonomi) .
Namun menarik
pula bahwa dalam kurun tcrakhir “Islamic Studies” juga mengalami pergeseran
paradigma (shifting paradigm) antara wilayah “keagamaan” dan “keilmuan” serta
antara “normativitas” dan “historisitas” , bahkan muncul tuntutan adanya
“integrasi” atau “interkoneksitas” dengan ilmu-ilmu sosial dan berbagai
paradigma lain . Artinya studi Islam pun mengalami perkembangan yang pesat,
yang mempertemukannya dengan studi-studi agama di wilayah sosiologi,
antropologi, fenomenologi, psikologi, ekonomi, selain area teologi. Tetapi
memang memerlukan “the body of knowledge” yang jelas tentang posisi studi agama
(khususnya studi Islam) dibandingkan pendekatan-pendekatan kajian agama
berbasis sosiologi, antropologi, dan sebagainya. Ada keperluan pula dalam studi
agama, yakni memberikan pemahaman yang luas dan mendalam bagi pemeluk agama
tentang agamanya, sehingga agama benar-benar menjadi rahmatan lil ‘alamin di
mana pun agama dan umat beragama itu hadir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar